Begitu juga berbeda dengan Khat. Dhabt dan syakl membahas tanda baca berupa titik huruf dan harakat. Sedangkan, khat berfokus pada gaya penulisan Arab misalnya khat naskhi, kufi, dan lain-lain. Dari pengertian di atas, selanjutnya Rasm terbagi menjadi 3 jenis yaitu Rasm Qiyasi, Rasm Arudhi, dan Rasm Utsmani.
Penulisan al-Quran dengan Rasm Uthmani di antara Tawqif dan Ijtihad: Quranic Orthography with the Uthmani Script: Between Tawqif and Ijtihad December 2018 Maʿālim al-Qurʾān wa al-Sunnah 14(2
RASM. Kalimah 'Rasm' : Penulisan. 'Uthmani adalah bersempena zaman khalifah 'Uthman Bin 'Affan. Rasm 'Uthmani : bentuk dan cara penulisan ayat Al-Quran berdasarkan kepada mushaf 'Uthmani (di zaman 'Uthman Bin 'Affan) Tulisan asal al-Quran yang diwahyukan oleh Allah S.W.T kepada Rasulullah S.A.W.
1. Hadzf. Kaidah Al-Hadzf ( الْحَذْفُ) adalah kaidah yang membuang huruf. Di dalam penulisan al-Quran terdapat beberapa huruf yang dibuang dengan mengikuti kaidah hadzf. Adapun huruf-huruf yang dibuang ada 5 yaitu alif, wawu, ya', lam, dan nun. Contoh alif yang dibuang.
Secarasingkat, Ilmu Rasm Utsmani adalah ilmu yang membahas tata cara struktur penulisan al-Quran atau berkaitan dengan huruf-hurufnya. 1. Mengenal Ilmu Rasm Utsmani 1.1 Pengertian Ilmu Rasm Utsmani 1.2 Sejarah Penulisan Mushaf 2. Kaidah Pertama : al-Hadzf 3. Kaidah Kedua : az-Ziyadah 4. Kaidah Ketiga : Hamzah 5. Kaidah Keempat : al-Ibdal 6
Abstract. Rasm utsmani adalah jenis tulisan Al-Qur'an yang secara khusus diatur oleh Usman bin Affan pada masanya berdasarkan pelafalan qira'ah Al-Qur'an yang berbeda. Hingga hari ini, ada banyak pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an di Rasm Utsmani.
recxf0T.
loading... Rasm adalah rumusan-rumusan cara penulisan Al-Qur'an. Lalu apa yang dimaksud dengan Rasm Utsmani? Menurut Dr Zainal Arifin Madzkur, Peneliti dan Pentashih di LPMQ Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Rasm usmani adalah cara penulisan Al-Qur'an yang dibakukan pada masa Khalifah Usman bin Affan 25 H/ 646 M. Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional. Baca Juga Tulisan Al-Qur'an sebagai disiplin ilmu berbeda dengan Al-Qur'an dalam qira'at. Oleh karena itu, riwayat penulisannya pun juga tidak tunggal. Selain dua nama Al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat nama-nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Al-Qur’ yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain Ibn Abu Dawud wafat 316 H/ 928 M menulis al-Mashahif. Al-Mahdawi wafat 430 H/ 1036 M menulis Hija' al-Mashahif al-Amshar. Al-Balansi wafat 563 H/ 1167 M menulis Al-Munsif. Al-Syatibi wafat 590 H/ 1194 M menulis 'Aqilat al-Atrab. Al-Sakhawi wafat 643 H/ 1245 M menulis Al-Wasilah, dan Qadduri, disiplin Rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian Rasm Utsmani sangat terkait dengan aspek bahasa lughah, maka sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi wafat 911 H/ 1505 M, semua penulisannya pun juga terkait kaidah-kaidah kaidah ilmu rasm usmani yang masyhur, yaitu[1] membuang huruf hadhf,[2] menambahkan uruf al-ziyadah,[3] penulisan hamzah,[4] pergantian huruf al-badal,[5] kata yang disambung dan diputus penulisannya al-fasl wa al-wasl, dan[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya ma fihi qira’atani wa kutiba ala ihdahuma.Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain[1] membuang huruf, misalnya; penulisan kata العالمين dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ain العلمين;[2] menambahkan huruf, misalnya; penulisan kata ملاقو ربهم dalam rasm ditambahkan alif setelah waw menjadi ملاقوا ربهم;3] penulisan hamzah, misalnya penulisan kata شطاه dalam rasm menjadi شطئه;4] pergantian huruf, misalnya penulisan kata الحياة dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw menjadi الحيوة;5] kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata ان لا dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi الا; dan[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah/2132 yang dibaca ووصي karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi واوصي. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang Utsmani Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Al-Qur’an dari dalam dan luar negeri, muncul kesepakatan untuk menyempurnakan penulisan 186 kata. Dalam beberapa tempat lainnya sudah sesuai dengan riwayat luar negeri yang diundang kompeten di bidangnya, yaitu Prof Dr Abdul Karim Mesir; Prof Dr Samih Athaminah Yordania; Prof Dr Miyan Tahanawi Pakistan; dan Dr Zain el-Abidin Mujamma' Malik Fahd Madinah. Baca Juga SumberLajnah Kemenag rhs
Rasm yang terletak dalam Mushaf Utsmani merupakan salah satu rahasia dalam penulisan mushaf Al-Qur’an, terkait beberapa kalimat dalam Al-Qur’an. Para sahabat menulis Mushaf Utsmani dengan model khusus yang berbeda dari kaidah penulisan imla, yang meliputi kaidah penghapusan hadzf, penambahan ziyadah, penulisan ha hamz, penggantian badal, penyambungan Washl, pemisahan Fasl. Masih tentang Rasm ini, ada baiknya Anda merujuk kembali artikel tentang hubungan rasm dengan Qiraat serta contohnya dalam mengenai Rasm Utsmani tidak akan pernah terlepas dari Mushaf Utsmani itu sendiri. Mushaf Utsmani ditulis pada era Utsman bin Affan sebagai kodifikasi Al-Qur’an yang ketiga, melihat banyaknya umat Islam kala itu yang saling menyalahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya itu, sebagian orang bahkan mengkafirkan sebagian yang lain akibat perbedaan bacaan dan sedikitnya pengetahuan umat tentang bacaan Al-Qur’an yang diturunkan dengan lahjah yang lain. Oleh karena itu, Utsman bin Affan meminta Zaid bin Tsabit untuk menuliskan kembali Al-Qur’an dengan satu lahjah, yaitu lahjah Quraisy. Setelah proses pentashihan yang panjang hingga dibentuk tim kodifikasi Al-Qur’an, mushaf yang dituliskan oleh Zaid disebar ke berbagai kota. Mushaf ini kemudian disebut sebagai mushaf Utsmani hingga sekarang karena penulisannya dilakukan pada era Utsman bin Affan atas Al-Qur’an yang disebarkan menggunakan satu lahjah yang telah disepakati, penulisan yang digunakan pada tiap mushaf yang disebarkan pun menggunakan satu model Rasm, yang selanjutnya disebut dengan Rasm Mushaf Utsmani, agar umat Islam dapat membaca Al-Qur’an melalui satu bentuk tulisan. Karena, perbedaan qiraat akan menyebabkan perbedaan rasm yang ditulis. Oleh karena itu, Utsman bin Affan mengirimkan imam kepada masing-masing kota untuk mengajarkan tentang cara pembacaan mushaf Utsmani dengan rasmnya. Untuk itulah, penulisan Al-Qur’an pada masa setelahnya wajib mengikuti Rasm ini dilakukan melihat perbedaan tulisan dan rasm pada beberapa mushaf sebelum masa kodifikasi Utsman. Diantaranya penulisan لئن أنجانا dalam surah Al-An’am yang ditulis menggunakan alif pada mushaf Kufi, sedangkan pada mushaf lainnya menggunakan huruf ta setelah ya أنجيتنا. Perbedaan yang lain ditemukan dalam ayat كانوا أشدهم منهم قوة pada beberapa mushaf, sedangkan dalam mushaf Syami ditulis dengan menggunakan kaf منكم. Dan beberapa kalimat lain seperti menghilangkan alif pada kaidah yang semestinya, mengganti ya dengan alif dan perbedaan pendapan mengenai rasm Utsmani, sebagian mengatakan itu merupakan bentuk ijtihat sahabat. Pendapat yang lain mengatakan bahwa pada masa Rasulullah SAW, Rasulullah SAW sendiri yang mendiktekan Zaid bin Rsabit dalam penulisan Al-Qur’an melalui talqin dari Jibril alaihi salam. Seperti penulisan wakhsyaunii dalam surah Al-Maidah ditulis dengan huruf ya’ sedangkan dalam surah Al-Maidah dengan menghapusnya ya pada dua tempat di dalamnya. Sedangkan dalam riwayat lain mengatakan bahwa penulisan rasm Utsmani sesuai talaqi dengan Rasulullah pada masa kodifikasi awal, bukan bentukan baru yang dibuat sahabat terkait hukumnya, tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama Semuanya sepakat bahwa penulisan ayat A-Qur’an wajib mengikuti rasm mushaf Utsmani, khususnya bagi mereka yang awan terhadap qiraat yang berbeda dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini, Baihaqi mengatakan bahwa siapa saja yang ingin menulis mushaf, maka ia harus mengikuti penulisan yang tertulis di dalamnya, dalam hal ini berarti rasm mushaf Utsmani. Sedangkan untuk anak kecil yang sedang belajar Al-Qur’an, sebagian ulama memperbolehkan untuk tidak mengikuti rasm Utsmani agar mempermudah dalam Thahir menuliskan dalam bukunya Tarikhul Qur’an wa Gharaib Rasmihi tentang tiga kelebihan dalam pemakaian rasm Utsmani. Pertama, membantu umat khususnya era modern dalam tata cara penulisan mushaf. Kedua, menghindari keraguaan dalam penulisan dalam lahjah yang berbeda seperti yang dituliskan sebelumnya. Ketiga, untuk mengetahui makna yang harus dipotong atau disambung dalam beberapa kalimat Al-Qur’ satu bentuk rasm utsmani dapat dilihat dari penulisan basmalah yang menghilangkan 3 alif di dalamnya. Pertama, alif dalam penulisan بسم kedua alif dalam penulisan الله ketiga alif dalam penulisan الرحمن, dengan bacaan sesuai dengan kaidah mad dalam pekaidah penulisan yang kita tahu, yaitu باسم اللاه الرحمان lainnya dapat dilihat dari kalimat الملئكة, الإنسن, الشيطن, الصرط, العلمين dengan menghilangkan alif dan digantikan dengan tanda mad disetiap huruf yang dibaca rasm Utsmani juga ditemukan beberapa bentuk penulisan asing, sepertiRasm pada kalimatأفإين مات ditulis dengan penambahan huruf ya sebelum nunRasm pada kalimat والسماء بنينها بأييد dan kalimat بأييكم ditulis dengan dua huruf ya pada dua kata yang pada kalimat سأوريكم دار الفيقين ditulis dengan menambahkan huruf wawu setelah alifRasm pada kalimat وجايء يومئذ بجهنم dengan menambahkan hurud alif setelah jim. Dan masih terdapat beberapa penulisan asing dalam rasm Utsmani. Untuk itu, Muhammad Thahir dalam bukunya secara khusus menjelaskan secara terperinci mengenai ayat-ayat yang tertulis menggunakan rasm Utsmani merupakan rasm khusus yang digunakan dalam penulisan ayat Al-Qur’an atau mushaf, sedangkan dalam penulisan harian tidak dipergunakan karena bentuk penulisannya yang berbeda dari kaidah imla. Kecuali pada beberapa kalimat dan kata yang sering digunakan dalam keseharian. Seperti kalimat بسم الله الرحمن الرحيم, لا إله إلا الله, الله, ذلك, هأنتم, هؤلاء dan lainnya, menggantikan tulisan dalam kaidah imla, seperti باسم اللاه الرحمان الرحيم, لا إلاه إلا اللاه, اللاه, هاذا, ذالك, ها أنتم, ها ألاء.Melihat penulisan mushaf yang ditulis dengan rasm Utsmani berbeda dengan penulisan kaidah imla, maka dianjurkan bagi para penulis Al-Qur’an untuk memperhatikan rasm Utsmani sebelum menuliskan ayat, untuk menghindari kesalahan dalam penulisan. Karena jika penulisan hanya mengandalkan hafalan semata, maka ditakutkan akan terdapat perbedaan dalam rasm yang Nindhya Ayomi. Sumber Muhammad Thahir ibn Abd al-Qadir al-Kurdi, Tarikh al-Qur’an wa Gharaibu Rasmihi wa Hukmuhu, Jeddah 1365 H.
Oleh Zainal Arifin Madzkur, Peneliti dan Pentashih di LPMQ Balitbang dan Diklat Kementerian Agama Pada 28 September 2018 Harian Republika cetak dan daring menulis pemberitaan hasil Mukernas Ulama Alquran yang dihelat di Bogor pada 25-27 September 2018 dengan judul Ulama Sepakati Perubahan 186 Kata dalam Alquran'. Beberapa saat setelah berita itu menyebar, para pembaca berita dan warganet gaduh dengan judul yang dinilai provokatif. Melihat kegaduhan di dunia maya, Harian Republika versi daring meralat judul pemberitaannya dengan menambahkan kata penulisan’, sehingga berubah menjadi Ulama Sepakati Perubahan Penulisan 186 Kata dalam Alquran'. Bahkan, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran LPMQ juga mengeluarkan siaran pers dengan Nomor B-1774/ tentang Perubahan Penulisan Rasm 186 Kata dalam Mushaf Alquran Indonesia. Munculnya kegaduhan itu menurut hemat penulis dipicu dua problem sangat mendasar, yakni minimnya pengetahuan masyarakat tentang sejarah Mushaf Alquran Standar Indonesia dan terbatasnya pembahasan ilmu rasm Utsmani di Indonesia. Untuk itu, tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengantar lebih objektif dalam mendudukkan Alquran sebagai mushaf dan rasm Utsmani yang menjadi landasan penulisannya di dunia Islam. Mushaf Alquran Standar Indonesia adalah mushaf Alquran yang dibakukan cara penulisannya rasm, harakat, tanda baca, dan tanda wakafnya berdasarkan hasil Musyawarah Kerja Muker Ulama Alquran I sampai IX 1974 sampai 1983 dan dijadikan pedoman penerbitan mushaf Alquran di Indonesia. Sebagaimana diketahui, mushaf-mushaf yang beredar di Indonesia pada 1970-an didominasi mushaf model Bombay. Mushaf itulah yang pada muker ulama Alquran, berlangsung sembilan tahun, banyak dijadikan pijakan. Yakni, pijakan untuk menyusun rumusan cara penulisan, harakat, tanda baca, dan tanda wakaf yang pada Muker IX/1983 ditetapkan dalam format baru, diberi nama, Mushaf Alquran Standar Indonesia atau Mushaf Standar Indonesia. Semua huruf yang dibaca, ditulis lengkap dengan harakat, sebaliknya yang tidak dibaca akan dihilangkan baris harakatnya. Pun demikian, tentang tanda-tanda wakaf yang tadinya mengenal adanya 12 tanda wakaf. Maka itu, dalam Mushaf Standar Indonesia yang disahkan menteri agama melalui KMA Nomor 25/1984 disederhanakan menjadi tujuh. Dalam sejarah perkembangan Alquran di Indonesia, kehadiran Mushaf Standar Indonesia dinilai cukup efektif dalam menyeragamkan semua cetakan dan penerbitan Alquran. Persoalan perbedaan penulisan, harakat, tanda baca, dan tanda wakaf nyaris tidak terulang. Bahkan, LPMQ yang berdiri sejak tahun 1957 pun dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam banyak hal semakin dimudahkan. Di sisi lain, LPMQ yang tadinya tim ad hoc sejak 2007 telah menjadi satuan kerja tersendiri. Upaya penelitian dan pengembangan terkait isu kealquranan juga sudah menjadi bahan kajian khusus, selain tugas dan fungsinya untuk mengeluarkan surat tanda tashih bagi setiap mushaf Alquran yang diterbitkan di Indonesia. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
29 Juli 2020 Rasm Utsmani adalah cara penulisan Alquran yang dibakukan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan 25 H. Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional. Tulisan Alquran sebagai disiplin ilmu berbeda-berbeda dengan Alquran dalam qira’at. Karena itu, riwayat penulisannya pun tidak tunggal. Selain dua nama al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat berderet nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Alquran. Dari karya-karyanya yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain, Ibn Abu Dawud w 316 H dalam karyanya al-Mashahif, al-Mahdawi w 430 H dalam karyanya Hija’ al-Mashahif al-Amshar, al-Balansi w 563 H dalam karyanya al-Munsif, al-Syatibi w 590 H dalam karyanya Aqilat al-Atrab, dan al-Sakhawi w 643 H dalam karyanya al-Wasilah. Menurut Qadduri, disiplin rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian rasm Utsmani sangat terkait aspek bahasa, maka sebagaimana dikemukakan al-Suyuthi w 911 H, semua penulisannya pun terkait kaidah kebahasaan. Setidaknya, itu yang menjadi rumusan kaidah ilmu rasm Utsmani yang masyhur. Pertama, membuang huruf hadhf; kedua, menambahkan huruf al-Ziyadah; ketiga, penulisan hamzah; keempat, pergantian huruf al-Badal; kelima, kata yang disambung dan diputus penulisannya al-fasl wa al-wasl; dan keenam, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya ma fihi qira’atani wa kutiba ala ihdahuma. Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain, pertama membuang huruf, misalnya penulisan kata al-alamin dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ain. Kedua, menambahkan huruf, misalnya penulisan kata mulaqu rabbihim yang tidak disertai alif bentuk jamak dalam rasm ditambahkan alif setelah waw. Ketiga, pergantian huruf, misalnya penulisan kata al-hayat dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw. Keempat, kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata an la dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi alla. Sedangkan kelima, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah [2]132 yang dibaca wawassha karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi wa awsha. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang berbeda. Dari semua kaidah tersebut, rasm Utsmani Mushaf Alquran Standar Indonesia setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Alquran dari dalam dan luar negeri, hasilnya muncul kesepakatan untuk menyempurnakan kaedah dan panduan penulisan 186 kata, yang sama sekali tidak berpengaruh pada makna atau orisinalitas Alquran itu sendiri. Karena dalam beberapa tempat sudah sesuai dengan riwayat al-Dani. Tokoh-tokoh luar negeri yang diundang pun kompeten di bidangnya, seperti Prof Dr Abdul Karim Mesir, Prof Dr Samih Athaminah Yordania, Prof Dr Miyan Tahanawi Pakistan, dan Dr Zain el-Abidin Mujamma’ Malik Fahd Madinah. Demikian, Wallahu a’lam. Sumber
kaidah kaidah rasm utsmani dan contohnya